Kisah Hikmah dari Yusuf Mansur, Cara Membeli Vila 700 Juta

Gemerlap dunia telah mendoktrin sebagian umat manusia untuk menumpuk harta sebagai simbol kejayaannya, bahkan mereka telah menganggap kekayaan adalah satu-satunya sumber kebahagian. Inilah sekiranya yang mendorong orang-orang tersebut berlomba-lomba mencari uang. Mereka bekerja siang-malam tanpa henti hanya demi meraup penghasilan yang berlipat ganda agar cepat kaya di dunia fana ini. Menurut anda, Pilih Dunia atau Akhirat?

Pada dasarnya, segala hal yang kita jalani di permukaan bumi ini bersifat sementara. Kehidupan dunia hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan. Perhiasan, kemegahan, serta kebanggaan karena banyak harta dan anak, tidak ubahnya tanaman yang mengagumkan para petani. Tanaman yang akan menjadi kering dan warnanya menguning layu sebelum akhirnya hancur ditelan bumi. Sungguh, kehidupan di dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. Hal ini termaktub dalam Alquran pedoman hidup sepanjang masa. Lihat QS. Al-Hadid [57]: 20.

Yusur Mansur berbagi cerita nyata

Sebuah kisah hikmah yang dimuat harian Republika (10/6/2013) menceritakan kisah penuh hikmah dari ustaz muda kondang, Yusuf Mansur. Berikut kutipannya, ustaz Yusuf Mansur berkata:

"Seorang kawan membeli satu buah vila. Kesepakatan harga vila tersebut sekitar Rp 700 juta. Dari awal negosiasi harga kawan saya tersebut dengan penunggu vila. Ketika penunggu vila itu ditanya sama calon pembeli ini, mana yang mempunyai vila dan ia berkeinginan berbicara serta bernegosiasi harga dengan si empunya vila, si penunggu vila selalu menjawab, “Sama saya saja.” Dia menambahkan, cukup berhubungan dengan dirinya. Karena, semua persoalan telah diserahkan kepada dirinya.

Akhirnya, negosiasi berlangsung antara calon pembeli dengan penunggu vila, bukan pemiliknya. Pada mulanya, kawan yang merupakan calon pembeli itu merasa aneh. Jangan-jangan ini tidak benar. Tapi kenyataannya, surat rumah yang asli dipegang oleh penunggu vila. Hingga akhirnya tercapai kesepakatan harga, yaitu sekitar Rp 700 juta.

Kemudian, datanglah pemilik vila untuk melakukan proses tanda tangan jual beli. Itu pun yang datang adalah anak si pemilik karena pemilik vila ternyata sudah meninggal dunia. Si calon pembeli yang dihinggapi rasa penasaran bertanya kepada anak si pemilik vila berapa sebenarnya harga yang disampaikan pemilik vila.

Anak tersebut menjawab, berapa pun harga yang ditetapkan itu terserah beliau. Beliau yang ia maksud adalah penunggu vila. Lalu, bingunglah calon pembeli ini. Ia bertanya kepada diri sendiri, kok bisa almarhum begitu percaya kepada penunggu vilanya. Anak itu tersenyum, lalu menjelaskan, “Sudah ada wasiat dari almarhum bahwa vila ini diserahkan kepada si penunggu. Ini buat dia.”

Rupanya, almarhum pembeli rumah pertama, kemudian disulap menjadi vila. Almarhum membeli vila tersebut sekitar 25 tahun yang lalu. Menurut penunggu vila, 25 tahun lalu pemilik masih muda. Ia mengatakan pemilik cuma datang sekali. Setelah itu, ia hanya mengutus orang untuk merenovasi total bangunan yang telah dibelinya.

Setelah renovasi selesai, vila itu diserahkan kepada si penunggu. Ia mendapatkan amanat untuk menjaga dan mengurus vila tersebut. Ia diizinkan untuk tinggal bersama istri dan anaknya, waktu itu masih satu, di vila. Sejak saat sampai wafatnya, pemilik vila tak pernah datang lagi. Hanya anak almarhum yang akhirnya datang. Tujuannya untuk menyerahkan vila kepada si penunggu. Subhanallah.

Saya kebetulan mendampingi kawan saya itu dalam proses negosiasi awal. Kami bertemu dengan bapak penunggu vila yang berada di sekitar Salabintana. Mungkin bapak penunggu ini mempunyai amalan yang kita semua tidak mengetahuinya. Ia menempati vila seperti rumah sendiri karena memang ia diminta menjaganya, tak boleh keluar dari sana. Bahkan, bangunan itu direnovasi total. Jumlah kamar ditambah, dibangun aula, mushala, taman, dan fasilitas lainnya.

Setelah itu, pemilik memberikannya ke bapak penunggu vila. Termasuk, surat-surat rumahnya. Hingga kemudian vila tersebut dijual, uangnya tetap menjadi haknya. Dari cerita ini, bagi siapa yang percaya setiap saat harus butuh uang, ia sungguh merugi. Bagi yang percaya bahwa Allah Mahakuasa, sungguh beruntung dia ini. Wallaahu a’lam.

Apa amalan si bapak penunggu ini kala mudanya dulu? Atau, amalan orang tuanya. Dengar-dengar, dulu waktu ia mau membenahi rumahnya sendiri yang akhirnya berubah menjadi vila, uangnya disedekahkan kepada orang yang membutuhkan. Sampai akhirnya, rumahnya dijual, namun tetap saja akhirnya dimilikinya. Masya Allah."
Yusuf Mansur bersama Abu Zaini
Yusuf Mansur & Abu Zaini
Demikian KISAH HIKMAH DARI YUSUF MASYUR. Semoga dapat diambil pelajaran sehingga kita pun menjadi orang-orang yang beruntung dunia akhirat. “Sungguh sangat beruntung seorang yang masuk Islam, kemudian mendapatkan rezki yang secukupnya dan Allah menganugerahkan kepadanya sifat qana’ah (merasa cukup dan puas) dengan rezki yang Allah telah berikan kepadanya." (Riwayat Muslim). Subhanallah.....